LUKA DAN
PERAWATANNYA
A.
Pengertian
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada
kulit ( Taylor, 1997). Luka
adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran
dan tulang atau organ tubuh lain
(Kozier, 1995).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
B.
Jenis-Jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara
mendapatkan luka itu dan
menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah
takterinfeksi yang mana tidak terjadi
proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada
sistem pernafasan, pencernaan,
genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih
biasanya menghasilkan luka yang
tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase
tertutup (misal; Jackson – Pratt).
Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% -
5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih
terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan,
genital atau perkemihan dalam
kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu
terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi
luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi),
termasuk luka terbuka, fresh, luka
akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan
besar dengan teknik aseptik atau
kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini
juga termasuk insisi akut, inflamasi
nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau
infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching
Erithema) : yaitu luka yang terjadi
pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu
hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan
luka superficial dan adanya tanda
klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu
hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang
dapat meluas sampai bawah tetapi
tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya
sampai pada lapisan
epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai
otot. Luka timbul secara klinis
sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah
mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan
sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
Gambat luka akut
b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan
dalam proses penyembuhan,
dapat karena faktor eksogen dan endogen.
Gambat luka kronis
C. Mekanisme
terjadinya luka :
1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena
teriris oleh instrumen yang tajam. Misal
yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih
(aseptik) biasanya tertutup oleh sutura
seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat
(Ligasi)
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat
benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak,
perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit
bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat
adanya benda, seperti peluru atau pisau
yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang
kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat
benda yang tajam seperti oleh kaca atau
oleh kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang
menembus organ tubuh biasanya
pada bagian awal luka masuk diameternya kecil
tetapi pada bagian ujung biasanya
lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio)
D.
Penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk
melindungi dan memulihkan
dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang
rusak, membersihkan sel dan benda asing
dan perkembangan awal seluler bagian dari proses
penyembuhan. Proses penyembuhan
terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun
beberapa bahan perawatan dapat membantu
untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh,
melindungi area yang luka bebas
dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu
untuk meningkatkan penyembuhan
jaringan (Taylor, 1997).
1. Prinsip
Penyembuhan Luka
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut
Taylor (1997) yaitu: (1)
Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan
dipengaruhi oleh luasnya
kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang,
(2) Respon tubuh pada luka lebih
efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga, (3)
Respon tubuh secara sistemik pada trauma,
(4) Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka,
(5) Keutuhan kulit dan mukosa
membran disiapkan sebagai garis pertama untuk
mempertahankan diri dari
mikroorganisme, dan (6) Penyembuhan normal
ditingkatkan ketika luka bebas dari
benda asing tubuh termasuk bakteri.
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari
kehidupan jaringan hal ini juga
berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase
penyembuhan luka digambarkan seperti
yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier,1995).
Menurut Kozier, 1995
a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3
– 4 hari. Dua proses utama
terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan
pagositosis. Hemostasis (penghentian
perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah
besar di daerah luka, retraksi
pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan
jaringan) dan pembentukan
bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk
oleh platelet yang menyiapkan
matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi
pengambilan sel. Scab (keropeng) juga
dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan
mati, scab membantu hemostasis
dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme.
Dibawah scab epithelial sel
berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu
sebagai barier antara tubuh
dengan lingkungan dan mencegah masuknya
mikroorganisme.
Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan
respon seluler
digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan
jaringan mati. Suplai darah
yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan
nutrisi yang diperlukan
pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka
tampak merah dan sedikit
bengkak.
Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil)
berpindah ke daerah
interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag
yang keluar dari monosit selama
lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag
ini menelan mikroorganisme dan
sel debris melalui proses yang disebut pagositosis.
Makrofag juga mengeluarkan
faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang
pembentukan ujung epitel diakhir
pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama
mempercepat proses
penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting
bagi proses penyembuhan
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4
sampai hari ke-21 setelah
pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel
jaringan) yang berpindah ke
daerah luka mulai 24 jam pertama setelah
pembedahan. Diawali dengan mensintesis
kolagen dan substansi dasar yang disebut
proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi
luka. Kolagen adalah substansi protein yang
menambah tegangan permukaan dari
luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah
kekuatan permukaan luka
sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama
waktu itu sebuah lapisan
penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka.
Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan
aliran darah yang
memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi
penyembuhan. Fibroblast
berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa
fibrin. Seiring perkembangan
kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah.
Jaringan ini disebut granulasi
jaringan yang lunak dan mudah pecah.
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2
tahun setelah
pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen.
Kolagen menjalin dirinya ,
menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas
luka menjadi kecil, kehilangan
elastisitas dan meninggalkan garis putih.
Menurut Taylor (1997):
a. Fase Inflamatory
Fase inflammatory dimulai setelah pembedahan dan
berakhir hari ke 3 – 4
pasca operasi. Dua tahap dalam fase ini adalah
Hemostasis dan Pagositosis. Sebagai
tekanan yang besar, luka menimbulkan lokal adaptasi
sindrom. Sebagai hasil adanya
suatu konstriksi pembuluh darah, berakibat
pembekuan darah untuk menutupi luka.
Diikuti vasodilatasi menyebabkan peningkatan aliran
darah ke daerah luka yang
dibatasi oleh sel darah putih untuk menyerang luka
dan menghancurkan bakteri dan
debris. Lebih kurang 24 jam setelah luka sebagian
besar sel fagosit ( makrofag)
masuk ke daerah luka dan mengeluarkan faktor
angiogenesis yang merangsang
pembentukan anak epitel pada akhir pembuluh luka
sehingga pembentukan kembali
dapat terjadi.
b. Fase Proliferative
Dimulai pada hari ke 3 atau 4 dan berakhir pada
hari ke-21. Fibroblast secara
cepat mensintesis kolagen dan substansi dasar. Dua
substansi ini membentuk lapislapis
perbaikan luka. Sebuah lapisan tipis dari sel
epitel terbentuk melintasi luka dan
aliran darah ada didalamnya, sekarang pembuluh
kapiler melintasi luka (kapilarisasi
tumbuh). Jaringan baru ini disebut granulasi
jaringan, adanya pembuluh darah,
kemerahan dan mudah berdarah.
c. Fase Maturasi
Fase akhir dari penyembuhan, dimulai hari ke-21 dan
dapat berlanjut selama
1 – 2 tahun setelah luka. Kollagen yang ditimbun
dalam luka diubah, membuat
penyembuhan luka lebih kuat dan lebih mirip
jaringan. Kollagen baru menyatu,
menekan pembuluh darah dalam penyembuhan luka,
sehingga bekas luka menjadi
rata, tipis dan garis putih.
Menurut Potter (1998):
a. Devensive / Tahap Inflamatory
Dimulai ketika sejak integritas kulit
rusak/terganggu dan berlanjut hingga 4-
6 hari. Tahap ini terbagi atas Homeostasis, Respon
inflamatori, Tibanya sel darah
putih di luka. Hemostasis adalah kondisi dimana
terjadi konstriksi pembuluh darah,
membawa platelet menghentikan perdarahan. Bekuan
membentuk sebuah matriks
fibrin yang mencegah masuknya organisme infeksius.
Respon inflammatory adalah
saat terjadi peningkatan aliran darah pada luka dan
permeabilitas vaskuler plasma
menyebabkan kemerahan dan bengkak pada lokasi luka.
Sampainya sel darah putih
di luka melalui suatu proses, neutrophils membunuh
bakteri dan debris yang
kemudian mati dalam beberapa hari dan meninggalkan
eksudat yang menyerang
bakteri dan membantu perbaikan jaringan. Monosit
menjadi makrofag, selanjutnya
makrofag membersihkan sel dari debris oleh
pagositosis, Meningkatkan perbaikan
luka dengan mengembalikan asam amino normal dan
glukose . Epitelial sel bergerak
dari dalam ke tepi luka selama lebih kurang 48 jam.
b. Reconstruksion / Tahap Prolifrasi
Penutupan dimulai hari ke-3 atau ke-4 dari tahap
defensive dan berlanjut
selama 2 – 3 minggu. Fibroblast berfungsi membantu
sintesis vitamin B dan C, dan
asam amino pada jaringan kollagen. Kollagen
menyiapkan struktur, kekuatan dan
integritas luka. Epitelial sel memisahkan sel-sel
yang rusak.
c. Tahap Maturasi
Tahap akhir penyembuhan luka berlanjut selama 1
tahun atau lebih hingga bekas
luka merekat kuat.
E. Faktor
yang Mempengaruhi Luka
1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada
orang tua. Orang tua
lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan
fungsi hati dapat mengganggu sintesis
dari faktor pembekuan darah.
2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada
tubuh. Klien memerlukan diit
kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A,
dan mineral seperti Fe, Zn. Klien
kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki
status nutrisi mereka setelah
pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk
meningkatkan resiko infeksi luka dan
penyembuhan lama karena supply darah jaringan
adipose tidak adekuat.
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber
penyebab infeksi.
4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi
penyembuhan luka. Adanya
sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak
(yang memiliki sedikit pembuluh
darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan
luka lambat karena jaringan lemak
lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama
untuk sembuh. Aliran darah dapat
terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang
menderita gangguan pembuluh darah
perifer, hipertensi atau diabetes millitus.
Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang
menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik
pada perokok.
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan
vasokonstriksi dan menurunnya
ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan
luka.
5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah
pada luka secara bertahap
diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi.
Tetapi jika terdapat bekuan yang besar
hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat
diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat
proses penyembuhan luka.
6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan
menyebabkan terbentuknya
suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses
ini timbul dari serum, fibrin,
jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah),
yang membentuk suatu cairan yang
kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).
7. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat
penurunan suplai darah pada
bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran
darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari
balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi
akibat faktor internal yaitu adanya
obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
8. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan
mengakibatkan peningkatan gula darah,
nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal
tersebut juga akan terjadi penurunan
protein-kalori tubuh.
9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan
efektifitas penyembuhan
luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin),
heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan
antibiotik yang lama dapat membuat
seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal
tubuh terhadap cedera
b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum
pembedahan untuk bakteri penyebab
kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah
luka pembedahan tertutup, tidak
akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
F.
Komplikasi Penyembuhan Luka
Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi,
perdarahan, dehiscence dan eviscerasi.
1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat
trauma, selama pembedahan atau
setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering
muncul dalam 2 – 7 hari setelah
pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk
adanya purulent, peningkatan drainase,
nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka,
peningkatan suhu, dan peningkatan
jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan
jahitan, sulit membeku pada
garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh
darah oleh benda asing (seperti drain).
Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga
balutan (dan luka di bawah
balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama
48 jam pertama setelah pembedahan
dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan
berlebihan terjadi, penambahan tekanan
balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian
cairan dan intervensi pembedahan
mungkin diperlukan.
3. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi
yang paling serius.
Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial
atau total. Eviscerasi adalah keluarnya
pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor
meliputi, kegemukan, kurang nutrisi,
,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang
berlebihan, muntah, dan dehidrasi,
mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence
luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 –
5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di
daerah luka. Ketika dehiscence dan
eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan
balutan steril yang lebar, kompres
dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera
dilakukan perbaikan pada daerah
luka.
G.
Perkembangan Perawatan Luka
Profesional perawat percaya bahwa penyembuhan luka
yang terbaik adalah dengan
membuat lingkungan luka tetap kering (Potter.P,
1998). Perkembangan perawatan luka sejak
tahun 1940 hingga tahun 1970, tiga peneliti telah
memulai tentang perawatan luka. Hasilnya
menunjukkan bahwa lingkungan yang lembab lebih baik
daripada lingkungan kering. Winter
(1962) mengatakan bahwa laju epitelisasi luka yang
ditutup poly-etylen dua kali lebih cepat
daripada luka yang dibiarkan kering. Hasil
penelitian ini menyimpulkan bahwa migrasi
epidermal pada luka superficial lebih cepat pada
suasana lembab daripada kering, dan ini
merangsang perkembangan balutan luka modern (
Potter. P, 1998). Perawatan luka lembab
tidak meningkatkan infeksi. Pada kenyataannya
tingkat infeksi pada semua jenis balutan
le:mbab adalah 2,5 %, lebih baik dibanding 9 % pada
balutan kering (Thompson. J, 2000).
Rowel (1970) menunjukkan bahwa lingkungan lembab
meningkatkan migrasi sel epitel ke
pusat luka dan melapisinya sehingga luka lebih
cepat sembuh. Konsep penyembuhan luka
dengan teknik lembab ini merubah penatalaksanaan
luka dan memberikan rangsangan bagi
perkembangan balutan lembab ( Potter. P, 1998).
Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan
tidak hanya berdasarkan kebiasaan,
melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe
dan jenis luka. Penggunaan antiseptik
hanya untuk yang memerlukan saja karena efek
toksinnya terhadap sel sehat. Untuk
membersihkan luka hanya memakai normal saline
(Dewi, 1999). Citotoxic agent seperti
povidine iodine, asam asetat, seharusnya tidak
secara sering digunakan untuk membersihkan
luka karena dapat menghambat penyembuhan dan
mencegah reepitelisasi. Luka dengan
sedikit debris dipermukaannya dapat dibersihkan
dengan kassa yang dibasahi dengan sodium
klorida dan tidak terlalu banyak manipulasi
gerakan. (Walker. D, 1996)
Tepi luka seharusnya bersih, berdekatan dengan
lapisan sepanjang tepi luka. Tepi
luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit bengkak
dan hilang kira-kira satu minggu. Kulit
menjadi tertutup hingga normal dan tepi luka
menyatu.
Perawat dapat menduga tanda dari penyembuhan luka
bedah insisi :
1. Tidak ada perdarahan dan munculnya tepi bekuan
di tepi luka.
2. Tepi luka akan didekatkan dan dijepit oleh
fibrin dalam bekuan selama satu atau
beberapa jam setelah pembedahan ditutup.
3. Inflamasi (kemerahan dan bengkak) pada tepi luka
selama 1 – 3 hari.
4. Penurunan inflamasi ketika bekuan mengecil.
5. Jaringan granulasi mulai mempertemukan daerah
luka. Luka bertemu dan menutup
selama 7 – 10 hari. Peningkatan inflamasi
digabungkan dengan panas dan drainase
mengindikasikan infeksi luka. Tepi luka tampak
meradang dan bengkak.
6. Pembentukan bekas luka.
7. Pembentukan kollagen mulai 4 hari setelah
perlukan dan berlanjut sampai 6 bulan atau
lebih.
8. Pengecilan ukuran bekas luka lebih satu periode
atau setahun. Peningkatan ukuran bekas
luka menunjukkan pembentukan kelloid.
H. Tujuan
Perawatan Luka
1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk
penyembuhan luka
2. Absorbsi drainase
3. Menekan dan imobilisasi luka
4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari
cedera mekanis
5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri
6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada
pasien
I. Bahan yang Digunakan dalam Perawatan Luka
1. Sodium Klorida 0,9 %
Sodium klorida adalah larutan fisiologis yang ada
di seluruh tubuh karena alasan
ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari sodium
klorida. Normal saline aman digunakan
untuk kondisi apapun (Lilley & Aucker, 1999).
Sodium klorida atau natrium klorida
mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma.
Larutan ini tidak mempengaruhi sel
darah merah (Handerson, 1992). Sodium klorida
tersedia dalam beberapa konsentrasi,
yang paling sering adalah sodium klorida 0,9 %. Ini
adalah konsentrasi normal dari
sodium klorida dan untuk alasan ini sodium klorida
disebut juga normal saline (Lilley &
Aucker, 1999). Merupakan larutan isotonis aman
untuk tubuh, tidak iritan, melindungi
granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga
kelembaban sekitar luka dan membantu
luka menjalani proses penyembuhan serta mudah
didapat dan harga relatif lebih murah
(http://rpromise.com/woundcare/)
2. Larutan povodine-iodine.
Iodine adalah element non metalik yang tersedia
dalam bentuk garam yang
dikombinasi dengan bahan lain Walaupun iodine bahan
non metalik iodine berwarna
hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang
khas. Iodine hanya larut sedikit di air,
tetapi dapat larut secara keseluruhan dalam alkohol
dan larutan sodium iodide encer.
Iodide tinture dan solution keduanya aktif melawan
spora tergantung konsentrasi dan
waktu pelaksanaan (Lilley & Aucker, 1999).
Larutan ini akan melepaskan iodium
anorganik bila kontak dengan kulit atau selaput
lendir sehingga cocok untuk luka kotor
dan terinfeksi bakteri gram positif dan negatif,
spora, jamur, dan protozoa. Bahan ini
agak iritan dan alergen serta meninggalkan residu
(Sodikin, 2002). Studi menunjukan
bahwa antiseptik seperti povodine iodine toxic
terhadap sel (Thompson. J, 2000). Iodine
dengan konsentrasi > 3 % dapat memberi rasa
panas pada kulit. Rasa terbakar akan
nampak dengan iodine ketika daerah yang dirawat ditutup
dengan balutan oklusif kulit
dapat ternoda dan menyebabkan iritasi dan nyeri
pada sisi luka. (Lilley & Aucker, 1999).
MERAWAT LUKA
A. Pengertian
Merawat luka untuk mencegah trauma (injury) pada kulit,
membran mukosa atau
jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma,
fraktur, luka operasi yang dapat merusak
permukaan kulit
B. Tujuan
1. Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke
dalam kulit dan membran mukosa
2. Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan
3. Mempercepat penyembuhan
4. Membersihkan luka dari benda asing atau debris
5. Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat
6. Mencegah perdarahan
7. Mencegah excoriasi kulit sekitar drain.
C. Persiapan alat
1. Set steril yang terdiri atas :
a. Pembungkus
b. Kapas atau kasa untuk membersihkan luka
c. Tempat untuk larutan
d. Larutan anti septic
e. 2 pasang pinset
f. Gaas untuk menutup luka.
2. Alat-alat yang diperlukan lainnya seperti :
extra balutan dan zalf
3. Gunting
4. Kantong tahan air untuk tempat balutan lama
5. Plester atau alat pengaman balutan
6. Selimut mandi jika perlu, untuk menutup pasien
7. Bensin untuk mengeluarkan bekas plester
D. Cara
kerja
1. Jelaskan kepada pasien tentang apa yang akan
dilakukan. Jawab pertanyaan pasien.
2. Minta bantuan untuk mengganti balutan pada bayi
dan anak kecil
3. Jaga privasi dan tutup jendela/pintu kamar
4. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang
menyenangkan. Bukan hanya pada daerah
luka, gunakan selimut mandi untuk menutup pasien
jika perlu.
5. Tempatkan tempat sampah pada tempat yang dapat
dijangkau. Bisa dipasang pada sisi
tempat tidur.
6. Angkat plester atau pembalut.
7. Jika menggunakan plester angkat dengan cara
menarik dari kulit dengan hati-hati kearah
luka. Gunakan bensin untuk melepaskan jika perlu.
8. Keluarkan balutan atau surgipad dengan tangan
jika balutan kering atau menggunakan
sarung tangan jika balutan lembab. Angkat balutan
menjauhi pasien.
9. Tempatkan balutan yang kotor dalam kantong
plastik.
10. Buka set steril
11. Tempatkan pembungkus steril di samping luka
12. Angkat balutan paling dalam dengan pinset dan
perhatikan jangan sampai mengeluarkan
drain atau mengenai luka insisi. Jika gaas dililitkan
pada drain gunakan 2 pasang pinset,
satu untuk mengangkat gaas dan satu untuk memegang
drain.
13. Catat jenis drainnya bila ada, banyaknya
jahitan dan keadaan luka.
14. Buang kantong plastik. Untuk menghindari dari
kontaminasi ujung pinset dimasukkan
dalam kantong kertas, sesudah memasang balutan
pinset dijauhkan dari daerah steril.
15. Membersihkan luka menggunakan pinset jaringan
atau arteri dan kapas dilembabkan
dengan anti septik, lalu letakkan pinset ujungnya
labih rendah daripada pegangannya.
Gunakan satu kapas satu kali mengoles, bersihkan
dari insisi kearah drain :
a. Bersihkan dari atas ke bawah daripada insisi dan
dari tengah keluar
Luka dan Perawatannya
b. Jika ada drain bersihakan sesudah insisi
c. Untuk luka yang tidak teratur seperti dekubitus
ulcer, bersihkan dari tengah luka
kearah luar, gunakan pergerakan melingkar.
16. Ulangi pembersihan sampai semua drainage
terangkat.
17. Olesi zalf atau powder. Ratakan powder diatas
luka dan gunakan alat steril.
18. Gunakan satu balutan dengan plester atau
pembalut
19. Amnkan balutan dengan plester atau pembalut
20. Bantu pasien dalam pemberian posisi yang
menyenangkan.
21. Angkat peralatan dan kantong plastik yang
berisi balutan kotor. Bersihkan alat dan
buang sampah dengan baik.
22. Cuci tangan
23. Laporkan adanya perubahan pada luka atau
drainage kepada perawat yang bertanggung
jawab. Catat penggantian balutan, kaji keadaan luka
dan respon pasien.
Membersihkan Daerah Drain
Daerah drain dibersihkan sesudah insisi. Prinsip
membersihkan dari daerah bersih ke
daerah yang terkontaminasi karena drainnya yang
basah memudahkan pertumbuhan bakteri dan
daerah daerah drain paling banyak mengalami
kontaminasi. Jika letak drain ditengah luka insisi
dapat dibersihkan dari daerah ujung ke daerah
pangkal kearah drain. Gunakan kapas yang lain.
Kulit sekitar drain harus dibersihkan dengan
antiseptik.
Daftar Pustaka
1. Kaplan NE, Hentz VR, Emergency Management of
Skin and Soft Tissue Wounds, An
Illustrated Guide, Little Brown, Boston, USA, 1992.
2. Oswari E, Bedah dan perawatannya, Gramedia,
Jakarta, 1993.
3. Thorek P, Atlas Teknik Bedah, EGC , Jakarta,
1994.
4. Saleh M, Sodera VK, Ilustrasi Ilmu Bedah Minor,
Bina rupa Aksara, Jakarta 1991.
5. Wind GG, Rich NM, Prinsip-prinsip Teknik Bedah,
Hipokrates Jakarta, 1992.
6. Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S,
Pedoman Tindakan Medik dan Bedah,
EGC Jakarta 2000.
7. Bachsinar B, Bedah Minor, Hipokrates, Jakarta,
1995.
8. Puruhito, Dasar-daasar Teknik Pembedahan, AUP
Surabaya, 1987.
9. Zachary CB, Basic Cutaneous Surgery, A Primer in
Technique, Churchill Livingstone,
London GB, 1990.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar